Dua puluh empat
Dua puluh empat detik sebelumnya terdengar gemuruh sorak sorai makhluk pelupa
“Tanggal ini genap bertahun-tahun umurmu!” ujar salah seorangnya
“Ya, maka katakanlahlah beribu ucapan selamat padaku!“ ungkap si aku
“Maka muntahkanlah beribu pujian tentang ku,
karena hari ini aku lah raja dunia!” teriaknya merasa paling bahagia
Dua puluh empat jam sebelumnya juga terdengar gemuruh
Kali ini makhluk tuhan yang tak pernah mendosa
“Apa benar besok adalah saatnya?” ujar salah satunya
“Ya Tuhan sendiri yang mengatakannya padaku,” jawab sebelahnya
“Sungguh singkat!”
“Ya, hanya sehari lagi.”
“Maka waktunya semakin berkurang”
Dua puluh empat hari sebelumnya terdengar bisik rendah makhluk pelupa
“Esok mau apa?” tanya salah seorangnya
“Aku mau dunia,“ si aku menjawab
“Bukankah kau meninggalkan ladang abadi menuju dunia?”
“Bukankah telah sampai kau pada dunia?”
“Ya, kini aku kan menggenggam dunia sebagai bekal kembali pada keabadian”
Dua puluh empat tahun sebelumnya di sebuah ruangan sederhana
Terlihat sosok gerbang dunia yang rupawan sedang bersiap diri
Ketika tiba saatnya beliau mengantar makhluk pelupa itu ke dunia,
maka saat itu pula sang dewi rupawan berada di batas antara keabadian dan kefanaan
Pada saatnya makhluk itu tiba di dunia, saat itu rona bahagia sang dewi terpancar
Sesosok asa telah lahir
Sebuah lambang cinta telah menjelma
Namun, sama seperti dewi-dewi rupawan lainnya
Kelak tanggal datangnya makhluk pelupa hanya tentang makhluk pelup
Tahun pertama, kesepuluh, ke-entah, sampai matipun
Tak ada yang sekedar merenungi sang dewi yang menjadi gerbang hidupnya
Bertahun-tahun kemudian, kita makhluk pelupa, hanya ingat kita makhluk pelupa
Hanya merasa bahagia telah sampai di dunia
Merasa paling soleh dalam menggapai bekal keabadian
Semua dari kita lupa bahwa kehadiran kita merupakan pertaruhan hidup sang dewi
Selayaknyalah genapan tahun menjadi tanda terimakasih pada sang dewi
Selayaknyalah genapan tahun menjadi simbol perbatasan antara keabadian dan kefanaan
Maka kubuang semua ucapan selamat, kulumat mentah lalu kumuntahkan
Karena rasa terimakasihku hendak menerjang mulut
sekedar ‘tuk berterimakasih pada sang dewi
’untuk hariku kelak’
12Mei’07 (17:48)
|