Monday, October 08, 2007

kaleng kecil Juki

Suatu siang yang panas. di kolong jalan layang dekat persimpangan jalan kawan Juki bersandar pada pecahan pot bunga. tangannya memegang kaleng kecil yang ia sembunyikan di balik bajunya. tutupnya terbuka dan mengeluarkan aroma kahyangan. lurus matanya menatap gelap sudut kota. konsentrasi ia curahkan untuk mengisap sedalam-dalamnya aroma yang keluar dari kaleng kecil itu. sesaat ia melupakan kerasnya dunia. sesaat ia sudah terbang menuju angkasa.

kawan Juki berusia 12 tahun. cita-citanya seperti kebanyakan bocah lainnya yaitu menjadi seorang pilot. hatinya keras seperti tiang beton penyangga jalan layang. jika ia menginginkan sesuatu maka harus terwujud. namun ia juga tahu batas kemampuannya. kalau ia bilang bisa, maka bisa.

sekarang ia tidak lagi berada di kolong jalan layang. ia justru sedang melayang melihat deretan kendaraan yang tampak kecil dari tempatnya melihat.ia memutuskan untuk melayang lebih tinggi. sekali lagi ia tarik dalam-dalam aroma dari kaleng kecil. maka ia melayang lebih tinggi.

deretan kendaraan tampak seperti urat nadi yang menonjol keluar di lengan kawan Juki. lekukan jalan seperti ular yang merayap diam-diam. kawan Juki memutuskan untuk melayang lebih tinggi. kali ini ia kesusahan menghirup aroma kahyangan karena nafasnya tersengal. mungkin udara di atas semakin menipis.

kawan Juki kini sudah berada di luar orbit. ia bisa melihat bumi yang membiru. senyum sumringah tersungging di wajahnya. mendadak ia merasa kesepian. bumi yang warnanya tampak seperti kelereng kini dikelilingi gelap hitam pekat.

kini matanya hanya bisa menatap hitam. sekelilingnya hanya kekosongan. ia semakin kesepian. nafasnya tercekat. tangan kanannya mencengkeram lehernya. tangan kirinya coba menggapai hampa. ia makin kehilangan kesadaran. ia mengutuk dirinya yang menginginkan terbang setinggi-tingginya. kini ia menyesal. namun ia tak bisa menyalahkan siapa-siapa, lebih tepatnya ia tak tahu harus menyalahkan siapa.

kawan Juki yang terbang terlalu tinggi kini tak tahu bagaimana kembali ke bumi. aroma dari kaleng kecil mengantarnya melayang terlalu tinggi. sementara di bumi, di kolong jalan layang dekat persimpangan teronggok jasad bocah kecil. mungkin itu mayat bocah 12 tahun. tubuhnya dekil, bajunya lusuh. badannya masih hangat, mungkin baru beberapa menit yang lalu ia mati. tangan kanannya mencengkeram lehernya hingga memerah, sementara tangan kirinya menggenggam kaleng kecil.

Terusannya...

Wednesday, September 12, 2007

mulai mengejar deadline

hari jumat dulu sekali gua lulus, hari jumat bulan lalu gua wisuda. tepat hari jumat itu ada tawaran mengisi nganggur. yak kerja jadi jurnalis, sebuah majalah lifestyle. gua sih belum terbiasa tapi panggilan hati menguatkan tekad. sekarang gua sibuk dikejar dan mengejar deadline. ada kawan jurnalis yang bilang, di lapangan Tuhan-mu adalah deadline. wehehehe, berlebihan sih. tapi ya begitu lah situasinya. jadi lagi-lagi blog ini sementara masih hanya berisi curhatan. kapan ya ngumpulin data pelosok2 jakarta. ah, doakan saja lah.

Terusannya...

Arahku

Arah, semua arah menatapku
Bukan aku yang berjalan mengikuti arah
Hanya satu-persatu dan silih berganti
Mendatangiku, menyentuhku, menyeretku
Aku semakin tak terarah
Aku tak berpola
Diam dan pasrah kemana arah membawa
Bahkan aku tak tahu
Gerangan siapa yang sedang menuntunku
Namun aku tahu satu rahasia
Setelah berjalan-jalan dibawa arah
Sejatinya aku hanya diam di tempat
Berdiri di satu titik kemana aku
selalu kembali padanya

Terusannya...

Friday, August 03, 2007

Niatan buat blogg ini

Salam kawan! rencananya blogg ini kedepannya tidak hanya menjadi tempat muntahan isi hati saja. saya berencana menampilkan informasi-informasi mengenai lokasi-lokasi di Jakarta yang bisa dikunjungi untuk rekreasi, berolahraga, menambah pengetahuan, dan lain-lain. saat ini saya sedang melakukan survei untuk mendalami lokasi yang akan saya tampilkan nantinya. berhubung saya tinggal di jakarta barat, mungkin lokasi di jakarta barat sekitarnya akan saya prioritaskan. mohon dukungan agar blogg ini bisa lebih bermanfaat. terima kasih.

Terusannya...

Saturday, July 21, 2007

hanya butuh 2 x 30 menit

kuliah sejak 2001 di fakultas ilmu komunikasi universitas padjadjaran. tahun pertama belum punya jurusan. semester 4, akhirnya saya pilih jurusan Jurnalistik. empat tahun berikutnya saya habiskan untuk menyelesaikan kuliah yang berhubungan dengan dunia kewartawanan. jobtraining sebagai salah satu syarat untuk lulus saya lewati di indopos (jawapos grup) selama satu bulan di awal tahun 2005, jobtraining kedua saya lewati di trans tv program 'cerita pagi' selama satu bulan pada awal tahun 2006. dan satu tahun lamanya saya mengerjakan skripsi. Susah? bukan itu masalahnya yang membuat pengerjaan skripsi begitu lama, tapi karena kesungguhan yang kurang.
dipertengahan pengerjaan skripsi , dosen pembimbing utama saya dipanggil yang Mahakuasa. ganti dosen, penyesuaian sedikit akhirnys kelar skripsi tersebut. seperti yang tertera di judul tulisan. hanya butuh 2 x 30 menit. maksutnya untuk lulus butuh dua kali sidang. pertama sidang komprehensif selama 30 menit, lulus dengan hasil biasa saja. sidang kedua yaitu sidang skripsi dilakukan beberapa hari kemudian. sidang ini juga butuh 30 menit untuk dilalui, dan hasilnya lulus dengan predikat sangat memuaskan. bukan predikat sih yang saya cari. tapi kerjaan. 2 x 30 menit saya lulus, dan entah berapa lama saya menganggur. mudah-mudahan hanya sekejap mata. amin. wehehehehehehe

Terusannya...

akhirnya LULUS juga

kawan, mungkin sudah lama sekali saya tidak mengupdate blogg ini. maklum sedang ada kesibukan yang menyita waktu sehingga tak sempat, bahkan sekedar membuka blogg ini.
awalnya blogg ini dibuat pada masa pengerjaan skripsi saya. saat-saat menjelang sidang itulah saya tak sempat mengupdate. namun kini masa itu telah lewat. sidang sudah dilalui dengan baik.

LULUS EUY!!!! skripsi dengan judul Representasi Presiden SBY melalui Karikatur pada Sampul Majalah TEMPO telah mengantarkan saya meraih gelar sarjana. S.IKom alias sarjana ilmu komunikasi. Gelar ini saya raih setelah enam tahun kuliah sejak 2001. lama juga sih.


sekarang blogg ini akan mendapat perhatian yang lebih layak. hahaha. Tunggu tulisan-tulisan saya berikutnya. HAhahahahaha....

Terusannya...

Wednesday, May 16, 2007

Seorang Aku

Lihatlah kawan, pemuda itu bicaranya sulit ku mengerti
Bahasanya samar namun mengandung ketulusan
Mungkin dia seorang penyair

Lihatlah kawan, pemuda itu bicaranya sulit ku mengerti
Bahasanya samar dan mengandung kedustaan
Mungkin dia seorang politikus

Lihatlah kawan, pemuda itu bicaranya mudah ku mengerti
Bahasanya jelas namun tak ada isi hatinya
Mungkin dia seorang jurubicara

Lihatlah kawan, pemuda itu bicaranya mudah ku mengerti
Bahasanya jelas namun samar isi hatinya
Mungkin dia seorang jurnalis

Lihat kawan, pemuda itu tak berbicara
Bahasanya hanya diam, hatinya misteri
Mungkin dia seorang aku

12 Mei ’07 (18:11)

Terusannya...

Dua puluh empat

Dua puluh empat detik sebelumnya terdengar gemuruh sorak sorai makhluk pelupa

“Tanggal ini genap bertahun-tahun umurmu!” ujar salah seorangnya

“Ya, maka katakanlahlah beribu ucapan selamat padaku!“ ungkap si aku

“Maka muntahkanlah beribu pujian tentang ku,

karena hari ini aku lah raja dunia!” teriaknya merasa paling bahagia


Dua puluh empat jam sebelumnya juga terdengar gemuruh

Kali ini makhluk tuhan yang tak pernah mendosa

“Apa benar besok adalah saatnya?” ujar salah satunya

“Ya Tuhan sendiri yang mengatakannya padaku,” jawab sebelahnya

“Sungguh singkat!”

“Ya, hanya sehari lagi.”

“Maka waktunya semakin berkurang”


Dua puluh empat hari sebelumnya terdengar bisik rendah makhluk pelupa

“Esok mau apa?” tanya salah seorangnya

“Aku mau dunia,“ si aku menjawab

“Bukankah kau meninggalkan ladang abadi menuju dunia?”

“Bukankah telah sampai kau pada dunia?”

“Ya, kini aku kan menggenggam dunia sebagai bekal kembali pada keabadian”


Dua puluh empat tahun sebelumnya di sebuah ruangan sederhana

Terlihat sosok gerbang dunia yang rupawan sedang bersiap diri

Ketika tiba saatnya beliau mengantar makhluk pelupa itu ke dunia,

maka saat itu pula sang dewi rupawan berada di batas antara keabadian dan kefanaan

Pada saatnya makhluk itu tiba di dunia, saat itu rona bahagia sang dewi terpancar

Sesosok asa telah lahir

Sebuah lambang cinta telah menjelma


Namun, sama seperti dewi-dewi rupawan lainnya

Kelak tanggal datangnya makhluk pelupa hanya tentang makhluk pelup

Tahun pertama, kesepuluh, ke-entah, sampai matipun

Tak ada yang sekedar merenungi sang dewi yang menjadi gerbang hidupnya

Bertahun-tahun kemudian, kita makhluk pelupa, hanya ingat kita makhluk pelupa

Hanya merasa bahagia telah sampai di dunia

Merasa paling soleh dalam menggapai bekal keabadian

Semua dari kita lupa bahwa kehadiran kita merupakan pertaruhan hidup sang dewi


Selayaknyalah genapan tahun menjadi tanda terimakasih pada sang dewi

Selayaknyalah genapan tahun menjadi simbol perbatasan antara keabadian dan kefanaan

Maka kubuang semua ucapan selamat, kulumat mentah lalu kumuntahkan

Karena rasa terimakasihku hendak menerjang mulut

sekedar ‘tuk berterimakasih pada sang dewi

’untuk hariku kelak’

12Mei’07 (17:48)

Terusannya...

Saturday, May 05, 2007

semoga cepat lulus

doakan saya semoga sepat lulus.... saya bosan di jatinangor
ga punya duit, kere......
ga bisa nabung, ga bisa ngelamar si eneng.... wahahahaha... hiks...
ga bisa gemuk.... hiyaaa.....

btw gua fans-nya ho-man-co (holahoop, macan, disco; nonton indonesian idol edisi wildcard!)
ho-man-co!! idol!!
ho-man-co!! idol!!
ho-man-co!! idol!!

wahahaahahaha.....

Terusannya...

Saturday, April 28, 2007


Jurnalistik!! Jurnalistik goes marching in...
All that we want to be best number
The big and happy family...

Semangat Jurnalistik!! (by Titis)

Terusannya...

Di Taman Sirat


Amboi!! Kita dekat nan erat
Kala ini di Taman Sirat
Patahan kata bukan terucap
Malah bisu yang mencuat

Ini zaman serba cepat
Andai hendak semua dapat
Berdua kita bukan berempat
Mana bulan tak terlihat

Punjua kau tak cermat
Baik katakan dengan cekat
'Kau ku sayang', lantang kuat
dan ku dengar di hati 'kan berkarat

Cepat!
Tak ada sekat!
Dengan cekat!
Lantang kuat!
Atau... ku damprat!

Terusannya...

Kilometer 29

Kamera yang baru dibelinya dua hari lalu kini sudah setia menemani harinya. Agus memang bukan seorang fotografer handal namun ia sangat mencintai fotografi. Agus betah berlama-lama berada di samping tukang koran, karena di sana ia bisa memandangi foto sampul majalah atau foto headline surat kabar sepuasnya. Kadang ia tertegun ketika menengadah melihat banner iklan yang ukurannya selebar gawang sepakbola hingga kepalanya pening. Pikirnya, memandangi hasil karya foto membantu melupakan perutnya yang membuncit karena terlalu sering ia biarkan hampa.

Sudah sejak lama ia mengidamkan kamera SLR (Single Lens Reflect) untuk menyalurkan hobinya. Baru setelah cukup uang ia kumpulkan jadilah kamera SLR kini menjadi sahabat barunya. Dipandangi lensa bidik dengan sebelah mata dan raut wajah kaku, semenit kemudian senyum di wajahnya mengembang lebar bak payung yang dibuka seketika karena hujan tiba-tiba datang.

Dirasakan bau khas kamera yang berasal dari film 35mm yang biasa mengisi perut kameranya. Dilepaskan lensa 50 mm dari badan kamera, lantas dibolak-balik. Hati-hati dan lembut ia sapu kaca lensa dengan kertas tipis khusus lap lensa, kertas itu sudah kumal karena dipakai berkali-kali. Kurang puas, ia coba meneropong cumulonimbus lewat lensa yang masih terlepas dari badan kamera. Hanya birunya langit yang ia tangkap.

Agus menggantungkan kamera menjuntai di dada kurusnya. Masing-masing tangannya memegang pinggangnya dan dagunya yang tirus ia tarik tinggi-tinggi ke atas. Pelan-pelan ia habiskan udara untuk memenuhi paru-parunya, lalu ia hembuskan lewat mulutnya dengan santai dan setengah terpejam. Ia puas dan bangga karena telah berhasil menimang sebuah kamera, menimang secercah harapan masa depannya.

Agus Hamurta adalah seorang pemulung, usianya hampir tiga puluh tahun. Kulitnya legam bukan hanya terpanggang mentari, lebih-lebih ia jarang mandi. Aroma tubuhnya semerbak meninggalkan bau jijik, serupa dengan tempat sampah yang kerap ia kunjungi. Garis wajahnya kuat dan sorot matanya tajam menunjukkan bahwa ia tipe orang berkemauan keras untuk mewujudkan keinginannya. Jika saja Agus punya kesempatan membersihkan dan merapihkan dirinya rasanya akan banyak gadis yang tertarik olehnya.

Agus mengisi hidup dengan mendatangi tiap tempat sampah beraroma ajaib di sekitar perumahan dekat tempatnya tinggal. Mengorek tempat sampah demi menemukan harta terpendam merupakan kesehariannya, tak peduli tangannya kotor dan menambah bau busuk tubuhnya. Ia lipat dengan baik kardus yang tak terpakai dan ia pipihkan plastik bekas tempat air minum mineral dengan bantuan pahanya yang langsing. Kemudian ditata rapih sedemikian rupa benda-benda tersebut dikereta kerja roda duanya. Daerah jamahannya cukup luas tak terpaku pada satu wilayah tertentu. Bagi Agus ia dapat tinggal di mana dirinya suka.

Barang-barang temuannya ia timbun hingga cukup banyak, butuh empat hari hingga seminggu baru terpenuhi. Kepada bang Topan ia jual kardus dan plastik tersebut. Bang Topan juragan kardus dan plastik bekas langganan Agus. Hanya bang Topan yang berani membayar, meski tipis, lebih tinggi dibanding juragan lain. “Oke, ama lu gue naekin cepek sekilonya Gus!” sambil mengelus-elus jenggotnya yang kecoklatan dan dikepang tunggal.

Uang hasil memulung dipakai untuk membeli nasi putih dengan lauk orek tempe. Hanya sekali dalam sehari ia makan, meski kadang harus membagi dua makanan hari ini untuk keesokan harinya. Meski sulit Agus terus berusaha menyisihkan uang hasil memulung sedikit demi sedikit. Uang lalu disimpan di tas tangan kumal yang tergantung di keretanya. Hingga hampir tujuh tahun tahun kemudian ia memiliki uang yang cukup untuk membeli sebuah kamera SLR bekas dari toko kamera Panorama. Enam ratus lima puluh ribu rupiah harga kamera tersebut. Berarti sekitar seratus ribu pertahun berhasil ia sisihkan dan disimpan di tas yang ia temukan ketika sedang menjalankan operasinya.

Awalnya Agus mengenal dunia fotografi ketika ia menjadi siswa SMU Jalapati sebelas tahun lalu. Sebagai sekolah unggulan SMU Jalapati memiliki beragam kegiatan ekstra kurikuler mulai dari Paskibra, sepakbola, kelompok ilmiah, basket, Pramuka, kelompok pecinta alam, kelompok pemerhati film, kelompok musik, hingga kelompok fotografi. Dan pada fotografi Agus menaruh minat. Dari kegiatan ekstra kurikuler di sekolah Agus mendapatkan dasar-dasar fotografi, mulai dari pengertian, istilah-istilah, dan teknik-teknik fotografi, hingga pengalaman membuat karya fotografi. Semakin banyak peangalaman yang ia rasakan bersama kelompoknya semakin Agus mencintai fotografi.

Sebenarnya Agus tidak perlu memulung kalau saja dulu ia menuruti nasihat orang tuanya untuk meneruskan pendidikan ke kursi kuliah. Tetapi tamat SMU Agus memilih menganggur dan berfoya-foya menghabiskan uang orang tuanya yang memang kaya. Agus tahu betul posisinya sebagai anak tunggal dari keluarga kaya. Ia biasa menuntut banyak hal yang harus dan pasti segera dituruti orang tuanya. Pernah Agus merajuk tidak mau masuk sekolah karena orang tuanya tidak mau membelikannya sepeda motor 250cc. Padahal baru tiga bulan yang lalu ia dibelikan sepeda motor kelas bebek. Tak sampai tiga hari akhirnya, sepeda motor 250cc menjadi tunggangannya ke sekolah.

Suatu hari Agus yang mencintai dua hal di dunia ini; fotografi dan berfoya-foya, ditinggal kedua orang tuanya tewas karena kecelakaan di jalan. Mobil yang dikendarai orangtua Agus beradu dengan truk yang datang dari arah berlawanan. Selain kelalaian manusia, kondisi jalan yang licin dan berkelok-kelok serta jarak pandang yang sempit terhalang kabut akibat rintikan hujan ditenggarai menjadi penyebab kecelakaan.

Agus yang terbiasa hidup dilayani dan berkecukupan uang tidak bisa menata hidupnya dengan baik. Harta peninggalan orang tuanya habis demi membiayai gaya hidupnya yang selalu berfoya-foya. Hingga sampai pada satu titik ia harus bertahan hidup dengan memulung. Agus terlalu bangga dan tinggi hati untuk meminta bantuan sanak saudaranya. Mungkin juga ia tak punya nyali untuk itu, karena selama ini ia selalu mengacuhkan saudaranya meski mereka dalam keadaan sulit.

Jadilah kini Agus mematut-matut jalanan untuk dijadikan obyek fotonya. Jalanan ini memang istimewa buat Agus. Sisi kiri jalan menjulang angkuh tebing rapuh yang entah kapan bisa saja tiba-tiba longsor. Sisi kanan jalan tebing terjal menganga siap menelan apapun yang jatuh ke dalamnya. Jauh di depan jalanan seperti terputus menghilang ke balik tebing. Sejuknya udara membuat Agus betah berlama-lama di lokasi ini. Hijau pepohonan berbatas biru langit menyamankan mata yang memandangnya. Di sinilah orang tua Agus mengalami kecelakaan.

Agus merekam diam jalanan lewat bidikan kameranya. Ia berusaha mengabadikan kenangan akan orang tuanya melalui saksi bisu yang menjadi objek fotonya. Lewat karyanya Agus ingin mengucapkan rasa terima kasihnya atas apa yang pernah Agus dapatkan dari orang tuanya. Ia menyesal karena tak pernah menunjukkannya ketika orang tuanya masih hidup. Lewat fotonya Agus sekaligus ingin menyatakan rasa sayang untuk pertama kalinya pada mereka.

Lewat fotografi, Agus si Pemulung berusaha menata kembali kehidupannya. Kini Agus telah menemukan dua hal yang dicintainya di dunia ini; fotografi dan masa depannya.

Terusannya...

Masup-masup!

Nah-nah masup juga pan?! Masing ijo jangan dulu di kritik, ntar jadi jiper

Terusannya...